Untuk mencapai tujuan Bank Indonesia dalam menjaga kestabilan nilai
rupiah, Pasal 10 UU‐BI menegaskan bahwa Bank Indonesia memiliki
kewenangan untuk melaksanakan kebijakan moneter melalui penetapan
sasaran moneter dengan memperhatikan sasaran laju inflasi serta
melakukan pengendalian moneter melalui berbagai cara antara lain :
1 operasi pasar terbuka di pasar uang baik rupiah maupun valuta
asing;
2 penetapan tingkat diskonto;
3 penetapan cadangan wajib minimum;
4 pengaturan kredit atau pembiayaan.
Cara-cara pengendalian moneter tersebut dapat dilaksanakan juga
berdasarkan prinsip syariah. Sasaran laju inflasi ditetapkan oleh Bank
Indonesia atas dasar tahun kalender dengan memperhatikan
perkembangan dan prospek ekonomi makro. Penetapan sasaran laju
inflasi tersebut terutama dilakukan dengan mempertimbangkan
perkembangan harga yang secara langsung dipengaruhi oleh
kebijakan moneter. Sasaran laju inflasi yang ditetapkan oleh Bank
Indonesia tersebut dapat berbeda dengan asumsi laju inflasi yang
dibuat oleh Pemerintah dalam rangka penyusunan Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara yang didasarkan pada tahun fiskal.
1. Peran Bank Indonesia sebagai Lender of the Last Resort
Sebagai upaya untuk meningkatkan efektivitas pengendalian moneter,
Bank Indonesia juga mempunyai fungsi lender of the last resort, (Pasal
11) yang memungkinkan Bank Indonesia membantu kesulitan
pendanaan jangka pendek yang dihadapi bank. Dalam kaitan ini, Bank
Indonesia hanya membantu untuk mengatasi kesulitan pendanaan
jangka pendek karena adanya mismatch yang disebabkan oleh resiko
kredit atau resiko pembiayaan berdasarkan prinsip syariah, resiko
manajemen, atau resiko pasar. Untuk mencegah terjadinya
penyalahgunaan kredit atau pembiayaan dimaksud, yang pada
gilirannya akan dapat mengganggu efektifitas pengendalian moneter,
maka pemberian kredit atau pembiayaan berdasarkan prinsip syariah
dibatasi selama‐lamanya 90 hari.
Disamping itu, kredit atau pembiayaan berdasarkan prinsip syariah
tersebut harus dijamin dengan surat berharga yang berkualitas tinggi
dan mudah dicairkan.
Yang dimaksud dengan agunan yang berkualitas tinggi dan mudah
dicairkan meliputi surat berharga dan/atau tagihan yang diterbitkan oleh
Pemerintah atau badan hukum lain yang mempunyai peringkat tinggi
berdasarkan hasil penilaian lembaga pemeringkat yang kompeten dan
sewaktu‐waktu dengan mudah dicairkan. Apabila kredit atau
pembiayaan berdasarkan prinsip syariah tersebut tidak dapat dilunasi
pada saat jatuh tempo, Bank Indonesia sepenuhnya berhak mencairkan
agunan yang dikuasainya.
2. Kebijakan Nilai Tukar
Pasal 12 UU-BI menetapkan bahwa Bank Indonesia melaksanakan
kebijakan nilai tukar berdasarkan nilai tukar yang ditetapkan. Penetapan
nilai tukar dilakukan oleh Pemerintah dalam bentuk Keputusan Presiden
berdasarkan usul Bank Indonesia. Kewenangan Bank Indonesia dalam
melaksanakan kebijakan nilai tukar ini antara lain dapat berupa :
A. dalam sistem nilai tukar tetap berupa devaluasi atau revaluasi
terhadap mata uang asing;
B. dalam sistem nilai tukar mengambang berupa intervensi pasar;
C dalam nilai tukar mengambang terkendali berupa penetapan nilai
tukar harian serta lebar pita intervensi.
3. Kewenangan dalam Mengelola Cadangan Devisa
Dalam Pasal 13 UU‐BI dirumuskan bahwa Bank Indonesia mengelola
cadangan devisa. Dalam rangka pengelolaan cadangan devisa tersebut,
Bank Indonesia melaksanakan berbagai jenis transaksi devisa serta dapat
menerima pinjaman luar negeri. Yang dimaksud dengan cadangan
devisa adalah cadangan devisa negara yang dikuasai oleh Bank
Indonesia yang tercatat pada sisi aktiva Bank Indonesia yang antara lain
berupa emas, uang kertas asing, dan tagihan lainnya dalam valutas asing
kepada pihak luar negeri yang dapat dipergunakan sebagai alat
pembayaran luar negeri.
Pengelolaan cadangan devisa oleh Bank Indonesia dilakukan melalui
berbagai jenis transaksi devisa yaitu menjual, membeli, dan/atau
menempatkan devisa, emas dan surat‐surat berharga secara tunai atau
berjangka termasuk pemberian pinjaman. Dalam melakukan pengelolaan
cadangan devisa, Bank Indonesia selalu mempertimbangkan 3 (tiga) azas
utama dengan skala prioritas, yaitu likuiditas (liquidity), keamanan
(security) tanpa mengabaikan prinsip untuk memperoleh pendapatan
yang optimal (profitability). Pinjaman luar negeri yang dilakukan oleh
Bank Indonesia adalah pinjaman luar negeri atas nama dan menjadi
tanggung jawab Bank Indonesia yang semata‐mata digunakan dalam
rangka pengelolaan cadangan devisa untuk memperkuat posisi neraca
pembayaran. Pinjaman dimaksud dapat dipantau oleh DPR melalui hasil
pemeriksaan keuangan oleh BPK.
4. Penyelenggaraan Survei
Untuk melaksanakan kebijakan moneter secara efektif dan efisien,
diperlukan data/informasi ekonomi dan keuangan secara tepat waktu
dan akurat. Untuk memperoleh data/informasi tersebut, Bank Indonesia
dapat menyelenggarakan survei secara berkala atau sewaktu‐waktu yang
dapat bersifat makro atau mikro. Pelaksanaan survei tersebut dapat
dilaksanakan oleh pihak lain berdasarkan penugasan Bank Indonesia.
Dalam penyelenggaraan survei, setiap badan wajib memberikan
keterangan dan data yang diperlukan oleh Bank Indonesia atau pihak
lain yang ditugaskan. Bank Indonesia atau pihak lain yang ditugaskan
untuk melakukan survei tersebut wajib merahasiakan sumber dan data
individual kecuali yang secara tegas dinyatakan lain dalam undangundang
(Psl. 14)
5. TUGAS MENGATUR DAN MENJAGA KELANCARAN SISTEM
PEMBAYARAN
Kewenangan Bank Indonesia dalam mengatur dan menjaga
kelancaran sistem pembayaran diatur dalam Pasal 15 sampai dengan
Pasal 23 UU-BI. Dalam rangka mengatur dan menjaga kelancaran sistem
pembayaran, Bank Indonesia berwenang untuk melaksanakan dan
memberikan persetujuan dan izin atas penyelenggaraan jasa sistem
pembayaran, mewajibkan penyelenggara jasa sistem pembayaran
untuk menyampaikan laporan kegiatannya serta menetapkan
penggunaan alat pembayaran.
Persetujuan terhadap penyelenggaraan jasa sistem pembayaran
dimaksudkan agar penyelenggaraan jasa sistem pembayaran oleh
pihak lain memenuhi persyaratan, khususnya persyaratan keamanan
dan efisiensi. Kewajiban penyampaian laporan berlaku bagi setiap
penyelenggara jasa sistem pembayaran. Hal ini dimaksudkan agar Bank
Indonesia dapat memantau penyelenggaraan sistem pembayaran.
Penetapan alat pembayaran dimaksudkan agar alat pembayaran yang
digunakan dalam masyarakat memenuhi persyaratan keamanan bagi
pengguna. Termasuk dalam wewenang ini adalah membatasi
penggunaan alat pembayaran tertentu dalam rangka prinsip kehatihatian.
Dalam rangka pelaksanaan kewenangan tersebut di atas, Bank
Indonesia dapat melakukan pemeriksaan terhadap penyelenggara jasa
sistem pembayaran.
6. Pengaturan dan Penyelenggaraan Kliring serta Penyelesaian Akhir
Transaksi
Bank Indonesia berwenang mengatur sistem kliring antarbank dalam
mata uang rupiah dan/atau valuta asing yang meliputi sistem kliring
domestik dan lintas negara (Psl. 16).
Penyelenggaraan kegiatan kliring antarbank baik dalam rupiah maupun
valuta asing serta penyelesaian akhir transaksi pembayaran antarbank
dilakukan oleh Bank Indonesia atau pihak lain yang mendapat
persetujuan dari Bank Indonesia (Psl. 17 jo Psl. 18).
7. Mengeluarkan dan Mengedarkan Uang
Sesuai dengan amanat UUD 1945, Bank Indonesia merupakan satusatunya
lembaga yang berwenang untuk mengeluarkan dan mengatur
peredaran uang rupiah (Psl. 20). Termasuk dalam kewenangan ini adalah
mencabut, menarik serta memusnahkan uang serta menetapkan macam,
harga, ciri uang yang akan dikeluarkan, bahan yang digunakan dan
penentuan tanggal mulai berlakunya sebagai alat pembayaran yang sah
(Psl. 19).
Sebagai konsekuensi dari ketentuan tersebut, maka Bank Indonesia harus
menjamin ketersediaan uang di masyarakat dalam jumlah yang cukup
dan dengan kualitas yang memadai. Uang yang dikeluarkan oleh Bank
Indonesia dibebaskan dari bea meterai (Psl. 21). Bank Indonesia dapat
mencabut dan menarik uang rupiah dari peredaran dengan memberikan
penggantian dengan nilai yang sama (Psl.23). Konsekuensi dari
ketentuan ini maka Bank Indonesia harus memberikan kesempatan
kepada masyarakat untuk :
A. melakukan penukaran uang dalam pecahan yang sama dan pecahan
lainnya;
B melakukan penukaran uang yang cacat atau dianggap tidak layak
untuk diedarkan;
C menukarkan uang yang rusak sebagian karena terbakar atau sebab
lain dengan nilai yang sama atau lebih kecil dari nilai nominalnya
yang bergantung pada tingkat kerusakannya.
8. TUGAS MENGATUR DAN MENGAWASI BANK
Pengaturan dan Pengawasan Bank merupakan salah satu tugas Bank
Indonesia sebagaimana ditentukan dalam Pasal 8 UU‐BI. Dalam rangka
melaksanakan tugas ini, Bank Indonesia menetapkan peraturan,
memberikan dan mencabut izin atas kelembagaan dan kegiatan usaha
tertentu bank, melaksanakan pengawasan bank, serta mengenakan
sanksi terhadap bank (Psl. 24). Selain itu, Bank Indonesia berwenang
menetapkan ketentuan‐ketentuan perbankan yang memuat prinsip
kehati‐hatian (Psl. 25).
• Berkaitan dengan kewenangan di bidang perizinan, Bank Indonesia : memberikan dan mencabut izin usaha bank;
• memberikan izin pembukaan, penutupan dan pemindahan kantorbank;
• memberikan persetujuan atas kepemilikan dan kepengurusan bank;
• memberikan izin kepada bank untuk menjalankan kegiatan‐kegiatan
usaha tertentu (Psl. 26).
Pengawasan yang dilakukan oleh Bank Indonesia meliputi pengawasan
langsung dan tidak langsung (Psl. 27). Bank Indonesia berwenang
mewajibkan bank untuk menyampaikan laporan, keterangan, dan
penjelasan sesuai dengan tata cara yang ditetapkan oleh Bank Indonesia,
dimana hal ini dapat dilakukan terhadap perusahaan induk, perusahaan
anak, pihak terkait dan pihak terafiliasi dari bank apabila diperlukan
(Psl. 28).
Pemeriksaan terhadap bank dilakukan secara berkala maupun setiap
waktu apabila diperlukan dan dapat dilakukan terhadap perusahaan
induk, perusahaan anak, pihak terkait dan pihak terafiliasi dari bank
apabila diperlukan. Bank dan pihak lain tersebut wajib memberikan
kepada pemeriksa:
a. keterangan dan data yang diminta;
b. kesempatan untuk melihat semua pembukuan, dokumen, dan sarana
fisik yang berkaitan dengan kegiatan usahanya;
c. hal‐hal lain yang diperlukan seperti salinan dokumen yang
diperlukan dan lain‐lain (Psl. 29).
Bank Indonesia dapat menugasi pihak lain untuk dan atas nama Bank
Indonesia melaksanakan pemeriksaaan terhadap bank (Psl. 30) Bank
Indonesia dapat memerintahkan bank untuk menghentikan sementara
sebagian atau seluruh kegiatan transaksi tertentu apabila menurut
penilaian Bank Indonesia transaksi tersebut diduga merupakan tindak
pidana di bidang perbankan (Psl. 31). Dalam hal keadaan suatu bank
menurut penilaian Bank Indonesia membahayakan kelangsungan usaha
bank yang bersangkutan dan/atau membahayakan sistem perbankan
atau terjadi kesulitan perbankan yang membahayakan perekonomian
nasional, Bank Indonesia dapat melakukan tindakan sebagaimana diatur
dalam undang‐undang tentang Perbankan yang berlaku (Psl. 33).
9. Pengalihan Tugas Pengawasan Bank
Dalam UU‐BI ditetapkan bahwa tugas mengawasi bank akan dialihkan
kepada lembaga pengawasan sektor jasa keuangan independen yang
dibentuk berdasarkan undang‐undang selambat‐lambatnya 31 Desember
2002 (Psl. 34). Tugas yang dialihkan kepada lembaga ini tidak termasuk
tugas pengaturan bank serta tugas yang berkaitan dengan perizinan.
Lembaga pengawasan independen ini akan melakukan pengawasan
terhadap semua lembaga jasa keuangan seperti bank, asuransi, dana
pensiun, sekuritas, modal ventura, dan perusahaan pembiayaan serta
badan‐badan lain yang menyelenggarakan pengelolaan dana
masyarakat.
3.17.2011
Kebijakan Yang Di Keluarkan Bank Indonesia
06.18
Afif ash shiddiq
0 komentar:
Posting Komentar